
Analisis Late Bloomer: Pemain Draft Putaran Kedua yang Sukses di NBA – Dalam dunia NBA (National Basketball Association), perhatian publik dan media biasanya tertuju pada pemain-pemain yang dipilih di putaran pertama draft, terutama mereka yang masuk ke posisi lima besar. Mereka dianggap sebagai calon bintang masa depan yang akan menjadi wajah baru liga. Namun, sejarah mencatat bahwa tidak semua kesuksesan datang dari mereka yang digadang-gadang sejak awal. Beberapa pemain justru tumbuh dan berkembang lebih lambat, atau dikenal dengan istilah “late bloomer”—mereka yang baru menunjukkan potensi penuh setelah melewati masa-masa sulit di awal kariernya. Fenomena ini menarik karena menunjukkan bahwa kerja keras, kesabaran, dan sistem yang tepat bisa melahirkan bintang dari putaran draft yang sering diabaikan.
Pemain Late Bloomer dan Tantangan Draft Putaran Kedua
Draft putaran kedua NBA sering kali menjadi ruang bagi pemain yang kurang mendapat sorotan media atau dianggap tidak memiliki potensi bintang yang besar. Perbedaan kontrak, peluang bermain, dan ekspektasi membuat pemain dari putaran ini harus berjuang lebih keras untuk membuktikan diri.
Di putaran pertama, pemain biasanya mendapatkan kontrak rookie yang dijamin (guaranteed contract), sedangkan pemain putaran kedua sering kali hanya mendapatkan kontrak non-garansi. Artinya, posisi mereka di tim tidak aman—mereka bisa saja dilepas sebelum musim dimulai.
Namun, justru dalam tekanan tersebut, banyak pemain putaran kedua menunjukkan ketangguhan mental luar biasa. Mereka datang ke liga dengan mental pekerja keras, haus pembuktian, dan tanpa ekspektasi berlebihan dari publik. Inilah yang menjadi titik awal bagi banyak “late bloomer” yang akhirnya menjadi pemain bintang, bahkan legenda.
Salah satu contohnya adalah Draymond Green, yang dipilih di urutan ke-35 oleh Golden State Warriors pada tahun 2012. Awalnya, Green dianggap terlalu pendek untuk posisi forward dan tidak cukup cepat untuk posisi guard. Namun, lewat dedikasi dan kecerdasan bermain yang luar biasa, ia berhasil menjadi bagian penting dari dinasti Warriors bersama Stephen Curry dan Klay Thompson, bahkan memenangkan beberapa gelar juara NBA dan penghargaan Defensive Player of the Year.
Kisah seperti ini tidak hanya menginspirasi pemain muda, tetapi juga menunjukkan bahwa sistem dan kultur tim dapat berperan besar dalam membantu pemain berkembang sesuai potensinya.
Faktor yang Membentuk Keberhasilan Late Bloomer di NBA
Fenomena pemain “late bloomer” tidak terjadi begitu saja. Ada beberapa faktor penting yang mempengaruhi perjalanan karier mereka hingga akhirnya sukses di NBA.
1. Perkembangan Fisik dan Mental yang Bertahap
Beberapa pemain tidak langsung matang secara fisik dan mental saat memasuki NBA. Mereka mungkin membutuhkan waktu lebih lama untuk beradaptasi dengan kecepatan, intensitas, dan tekanan kompetisi profesional. Contohnya, Jimmy Butler, yang dipilih di posisi ke-30 oleh Chicago Bulls pada 2011, awalnya lebih dikenal karena kerja keras di pertahanan. Namun, setelah beberapa musim, ia berkembang menjadi pemain All-Star dan pemimpin tim, berkat ketekunan dan peningkatan kemampuan ofensifnya.
2. Lingkungan dan Sistem Pelatih yang Tepat
Kesuksesan pemain putaran kedua sering kali bergantung pada sistem tim dan pelatih yang mampu memanfaatkan kekuatan unik mereka. Pemain seperti Nikola Jokić, yang dipilih oleh Denver Nuggets di urutan ke-41 tahun 2014, menjadi contoh nyata. Jokić bukan hanya berkembang, tetapi juga menjadi MVP NBA dua kali dan pemain kunci dalam membawa Nuggets meraih gelar juara. Sistem ofensif yang menitikberatkan pada passing dan IQ permainan tinggi membuat kemampuan playmaking-nya bersinar.
3. Etos Kerja dan Ketahanan Mental
Pemain late bloomer biasanya memiliki mental pekerja keras karena terbiasa berjuang dari bawah. Mereka tidak memiliki “jaminan” seperti pemain draft putaran pertama. Faktor ini membuat mereka lebih fokus, lebih disiplin, dan terus mengasah kemampuan mereka setiap musim.
Salah satu contoh klasik adalah Manu Ginóbili, pemain asal Argentina yang dipilih di posisi ke-57 oleh San Antonio Spurs pada 1999. Dengan ketekunan dan dedikasi tinggi, ia menjadi bagian penting dalam empat gelar juara Spurs dan kemudian masuk Naismith Memorial Basketball Hall of Fame.
4. Kesempatan Bermain dan Peran di Tim
Tidak semua pemain late bloomer langsung mendapatkan menit bermain yang signifikan. Namun, ketika kesempatan datang, mereka siap untuk memanfaatkan momen tersebut sebaik mungkin. Pemain seperti Malcolm Brogdon, pilihan ke-36 oleh Milwaukee Bucks, membuktikan hal ini dengan meraih gelar NBA Rookie of the Year 2017, sesuatu yang sangat jarang diraih oleh pemain putaran kedua.
Contoh Legendaris Late Bloomer di NBA
Beberapa nama berikut menjadi simbol kesuksesan pemain draft putaran kedua atau bahkan yang datang dari jalur tidak biasa:
- Nikola Jokić (Pick #41, 2014)
Dari pemain tanpa ekspektasi tinggi, kini menjadi salah satu big man terbaik sepanjang masa, dua kali MVP dan Final MVP 2023. - Draymond Green (Pick #35, 2012)
Pilar pertahanan Warriors dan pemain yang dikenal karena kecerdasan taktis dan kemampuan memimpin tim. - Manu Ginóbili (Pick #57, 1999)
Simbol kesetiaan dan efisiensi di bawah sistem Gregg Popovich. - Marc Gasol (Pick #48, 2007)
Membawa Memphis Grizzlies ke era “Grit and Grind” dan memenangkan Defensive Player of the Year 2013. - Gilbert Arenas (Pick #31, 2001)
Dikenal dengan julukan Agent Zero, ia menjadi salah satu pencetak poin paling produktif di era 2000-an sebelum cedera menghentikan kariernya.
Kisah-kisah ini menunjukkan bahwa status draft bukanlah akhir dari segalanya, dan bahkan bisa menjadi bahan bakar untuk membuktikan diri.
Dampak Sosial dan Psikologis dari Status Late Bloomer
Selain pencapaian statistik, ada dampak emosional dan psikologis yang mendalam pada pemain late bloomer. Mereka tumbuh dengan rasa lapar untuk dihargai, yang sering kali membuat mereka lebih rendah hati dan lebih menghargai setiap pencapaian.
Banyak dari mereka yang kemudian menjadi mentor bagi pemain muda, karena pernah mengalami masa sulit dan memahami proses perjuangan. Selain itu, keberhasilan mereka menjadi narasi inspiratif bagi calon atlet di seluruh dunia—bahwa keterlambatan bukanlah kegagalan, melainkan bagian dari perjalanan menuju kesuksesan.
Kesimpulan
Fenomena late bloomer di NBA membuktikan bahwa kesuksesan tidak selalu datang dari awal yang sempurna. Pemain putaran kedua atau bahkan undrafted memiliki peluang besar untuk mencapai puncak jika dibekali dengan kerja keras, ketekunan, dan sistem yang mendukung.
Nama-nama seperti Nikola Jokić, Jimmy Butler, dan Draymond Green menunjukkan bahwa label draft hanyalah angka—yang benar-benar menentukan adalah mentalitas dan kemampuan beradaptasi. Dunia basket modern kini semakin menghargai perjalanan pemain seperti ini, karena mereka membawa nilai penting: bahwa dedikasi dapat mengalahkan prediksi.
Dalam liga yang penuh tekanan seperti NBA, kisah para late bloomer menjadi pengingat bahwa perjalanan menuju kesuksesan tidak harus cepat, asalkan tetap konsisten dan berjuang hingga akhir.